JAKARTA — Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika menargetkan perluasan jangkauan jaringan seluler ke 5.000 desa di daerah terluar pada 2019.
Direktur Utama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Anang Latif mengemukakan pemerintah berusaha memperluas akses telekomunikasi lewat pembangunan Base Transceiver Station (BTS), terutama di wilayah blankspot.
Menurutnya, BP3TI akan bergerak secara masih agar seluruh area blankspot bisa terjangkau jaringan seluler sehingga akses telekomunikasi bisa merata di seluruh Indonesia.
"Sampai saat ini memang masih banyak yang berlubang-lubang (blankspot) wilayahnya. Makanya, kami akan masif untuk menjalankan program ini agar, pada 2019, 5.000 desa mendapatkan sinyal melalui BTS dan mereka bisa menikmati akses telekomunikasi," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (14/6).
Dia mengatakan penyediaan BTS di sejumlah wilayah terluar dan perbatasan Indonesia tersebut merupakan salah satu program di bidang telekomunikasi dan informatika yang dibangun dengan menggunakan dana Universal Service Obligation (USO).
Dana USO dikumpulkan oleh BP3TI sesuai UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi sebesar 1,25% dari pendapatan kotor per tahun setiap operator telekomunikasi.
BTS yang akan disediakan BP3TI untuk mengisi blankspot tersebut rencananya beroperasi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia yang tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Hingga pertengahan Desember 2016, sudah ada sekitar 31 BTS yang aktif, sebanyak 40 BTS masih dalam proses pembangunan, dan sisanya masih dalam proses pabrikasi.
"Kami ingin meng-cover semua wilayah tidak hanya Kalimantan sebenarnya, tapi seluruh Indonesia. Intinya ada sebanyak 5.000 desa yang akan kami cover nanti," ujarnya.
Salah satu tantangan terbesar bagi BP3TI dalam penyediaan BTS adalah ketersediaan pasokan listrik. Sebuah BTS jaringan 2G biasanya membutuhkan pasokan listrik berkekuatan 450 watt, sedangkan BTS 3G dan 4G LTE membutuhkan pasokan listrik hingga 1.000 watt.
"Inilah masalahnya, kadang satu desa itu kan pasokan listriknya tidak begitu besar. Paling idealnya itu kami hadirkan yang 2G dulu, karena listriknya tidak terlalu besar dan satu desa bisa menyediakan 450 watt," ujarnya.
Pembangunan proyek Palapa Ring juga akan membantu pemerintah memperluas akses Internet ke wilayah terluar. Menurutnya, kehadiran jaringan serat optik Palapa Ring dan pembangunan BTS tidak tumpang tindih.
"Tidak akan tumpang tindih keduanya, tapi saling menguatkan karena posisinya berbeda. Ibaratnya, Palapa Ring itu adalah jalan tol dengan 20 ruas jalan, jadi lebih kencang dan lancar," tuturnya.
Seperti diketahui, proyek Palapa Ring tersebut berfungsi sebagai tol informasi yang menghubungkan seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang lokasinya tidak menguntungkan secara komersial. Proyek Palapa Ring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu barat, tengah, dan timur.
Proyak Palapa Ring Timur merupakan konsorsium Moratelindo – IBS – Smart Telecom. Pembangunan serat optic ini menjangkau 35 kota di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua Barat dengan total panjang kabel serat optic sekitar 8.454 km dan kapasitas bandwidth 80 Gbps.
Pembangunan jaringan serat optic Palapa Ring Timur akan dilakukan melalui jalur laut seluas 80% dan darat seluas 20%. Selain itu juga akan digunakan untuk radio microwave guna menghubungkan kota-kota yang minim infrastruktur. Proyek ini ditargetkan selesai pada September 2018.
Sebagai informasi, Proyek Palapa Ring dibagi menjadi tiga paket yaitu Barat, Tengah dan Timur. Proyek Palapa Ring Paket Barat akan menjangkau wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Konsorsium Moratelematika Indonesia dan Ketrosden Triasmitra menjadi pemenang tender paket barat dan membentuk PT. Palapa Ring Barat.
Adapun paket tengah dimenangkan Konsorsium Pandawa Lima dengan basis pengelolaan milik negara. Anggota konsorsiumnya terdiri atas PT LEN, PT Teknologi Riset Global Invetasma, PT Sufia Technologies, PT Bina Nusantara Perkasa, dan PT Multi Kontrol Nusantara membentuk Badan usaha dengan nama PT LEN Telekomunikasi Indonesia.
Proyek Palapa Ring merupakan proyek Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) pertama dalam sektor telekomunikasi dengan menerapkan skema pembayaran ketersediaan layanan atau availability payment (AP).
Skema itu diprakarsai oleh Kementerian Keuangan dengan sumber dana availability payment berasal dari dana kontribusi USO.
Palapa Ring Paket Timur diklaim akan memberi beberapa manfaat yakni, mengejar pengembangan infrastruktur telekomunikasi, menyediakan internet berkecepatan tinggi dan murah, serta memenuhi kebutuhan konektivitas data sebagai langkah mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.
Tak hanya itu, meningkatkan pendidikan melalui faslitas internet, dan membuka peluang bisnis baru bagi usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) di pelosok daerah dan meningkatkan taraf hidup melalui kegiatan ekonomi berbasis digital.